Rabu, 24 Juni 2015

Tekanan Belanda Atas Perhajian

Untuk mengawali usaha monopoli ibadah haji maka pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah putusan terkait prosesi ibadah haji untuk pertama kalinya, “Pihak kolonial kemudian berupaya menekan jamaah haji dengan mengeluarkan RESOLUSI (PUTUSAN) 1825.

Peraturan ini diharapkan tidak hanya MEMBERATKAN JAMAAH DALAM HAL BIAYA tetapi sekaligus dapat MEMONITOR AKTIVITAS MEREKA DALAM MELAKSANAKAN RITUAL IBADAH HAJI DAN KEGIATAN LAINNYA SELAMA BERMUKIM DISANA”.

Walaupun dengan biaya yang begitu mahal, jamaah haji tidak mendapatkan fasilitas yang memadai dalam prosesi ibadah haji, “persaingan maskapai kapal Belanda (KPM) yang disebut dngan istilah kongsi tiga dengan maskapai kapal Inggris, Arab, dan Singapura, namun pada umumnya maskapai tidak ada yang mengutamakan kesehatan.

Praktek makelar atau percaloan ibadah haji tidak hanya semakin banyak terjadi beberapa tahun terakhir ini. Ternyata di Kota Cilegon praktek percaloan haji itu sudah terjadi sejak jaman kolonial Belanda dulu. Diceritakan pada tahun 1893 pada jaman kolonial Belanda, sekelompok warga Cilegon, “BERKOEMPOEL” melayangkan surat protes pada Gubernur Jenderal di Batavia. Isinya soal “kongkolikong” Johanes Gregorius Marinus Herklots, bos agen perjalanan haji “The Java Agency” dengan Wedana Cilegon bernama Entol Goena Djaja.

Kongkolikong itu untuk menjaring jamaah haji asal Cilegon dan sekitarnya sebanyak-banyaknya. Perusahaan agen haji itu menggunakan jasa pejabat lokal dan keluarga mereka sebagai tenaga pemasaran. Hadiahnya pejabat beserta keluarganya diberi tiket gratis ke Mekah. Tergiur dengan tiket haji gratis, para pejabat di Cilegon pada waktu itu memakai kekuasaannya untuk memaksa rakyat yang hendak pergi haji agar menggunakan perusahaan Herklots. Jika tak menggunakan perusahan itu, ditahan pas-nya (semacam paspor). Karena takut terhadap penguasa, dengan terpaksa banyak orang naik kapal Herklots sesuai perintah. Dengan kongkolikong macam itu pada musim haji tahun 1893, Herklots berhasil menjaring banyak jemaah haji dari Cilegon. (historia. co.id)

Perkembangan hubungan dengan Timur Tengah dan semakin banyaknya jumlah haji setelah menggunakan kapal uap memengaruhi perkembangan di Indonesia. Hal inilah yang membuat Belanda menempatkan konsulnya di Jeddah dan kemudian menjadi Kedutaan. Disamping selama naik haji di Mekah para Jemaah Indonesia diharuskan lapor ke Konsulat Belanda disana (Yg mau tak mau harus dibuka konsulat oleh Belanda disana) para jemaah juga sebelum dan sesudah naik haji di KARANTINA di Pulau Onrust (Pulau Seribu). Ini dibuat agar Belanda dapat mendata para jemaah yang nantinya dikawatirkan belanda menjadi “EKSTRIMIS”

(Klik Gambar Memperbesar)

Baca Juga ;  Polemik Gelar HAJINaik Haji Tempo DoeloeSejarah Perhajian di NusantaraKafilah Haji Dunia Abad ke 13Asal Gelar HAJI di Indonesia

Tidak ada komentar: