Selasa, 13 Oktober 2015

Per-Haji-an Sejak 1880

Percaya gak ; ada yang baru daftar naik haji udah nyetak kartu nama dengan membubuhkan huruf H segede gajah di depan namanya. Begitu prestisius dan skaral-nya gelar HAJI bagi (sebagian besar) bangsa kita. Bahkan di beberapa daerah, gelar HAJI menjadi legiti masi untuk ber-ISTRI lebih dari SATU. Dan yang lebih menyedihkan (ma’af) tidak sedikit mereka yang dengan bangga mencantumkan dan memperkenalkan diri dengan sebutan HAJI tapi kelakuannya NOL GEDE

Hajji atau Ajji, adalah panggilan sosial tertinggi di banyak masyarakat. Panggilan itu adalah pengakuan status, yang imbalannya luar biasa: duduk di deretan depan dalam setiap acara bersama pemuka masyarakat, makan yang paling enak, selalu ditawari dan dipersilahkan untuk menambah, dan orang lain tidak boleh memulai makan sebelum para “barisan” depan ini mulai. Pemerintahan tradisional juga “segan” misalnya meminta para hajji ini untuk melakukan kerja bakti, tapi harus siap memberikan sumbangan yang lebih besar dari orang kebanyakan. Tidak heran bila menjadi haji lebih sering dijadikan target tertinggi dalam hidup melebihi keinginan memiliki sepeda motor , mobil atau rumah yang layak dan mewah

Saya dulu agak kesal ketika ada teman (alm) yang dengan lantang mengatakan bahwa “JANGAN PERNAH BER-BISNIS dengan orang yang NGAKU/NYEBUT dirinya HAJI”. Padahal temen (alm) tadi, kakeknya jaman tempo doeloe pulang pegi naik haji tidak kurang dari 20 kali. Ajaibnya lagi, Kakeknya itu marga SITOMPOEL justru yang meng- ISLAM-kan marga Sitompoel di kampungnya tempo doeloe dan kalo gak maka kampungnya juga akan menjadi basis ZENDING, sebab dikelilingi Kampung Batak yang sudah lebih dahulu digarap para Missionaris Kristiani (saya lupa kampungnya itu apa Luat Pahae, Sibolga, Adiankoting atau Sipirok, barangkali ada rekan yg bisa menambahkan disini?).

 

Namun melihat kenyataan yang ada dewasa ini, terpampang dengan jelas kelakuan mereka itu, apalagi mereka dari kalangan politisi dan eksekutif yang tak sesuai dengan gelar Haji yang disandangnya, mau gak mau saya juga harus mengakui apa yang diumbar teman (alm) tadi.


Adalagi bagaimana gelar Haji tsb menjadi permainan kata di daerah Jawa. Kalu ada Haji yang liwat, serentak mereka (terutama pemuda-2) mengeluarkan koor “KAPIR PAK KAJI” Ups salah . .Maksudnya sih ngomong “MAMPIR PAK HAJI”

Demikianlah padahal senyatanya ; GELAR HAJI umum digunakan sebagai tambahan di depan nama dan sering disingkat dengan "H". Dalam hal ini biasanya para Haji membubuhkan gelarnya dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai TAULADAN maupun CONTOH di daerah mereka. Bisa dikatakan sebagai GURU atau PANUTAN untuk memberikan contoh sikap secara lahiriah dan batiniah dalam segi Islam sehari-hari. Sebenarnya apa dan dari mana asal muasal Gelar Haji tersebut. Kita simak apa yang ada dalam artikel2 atau paparan para ahli yang patut kita renugkan sebagai berikut di bawah ini.

GELAR DALAM ISLAM

Haji adalah gelar homonim yang memiliki dua etimologi yang berbeda. Dalam budaya Islam Nusantara di Asia Tenggara, GELAR HAJI umumnya digunakan untuk orang yang sudah MELAKSANAKAN HAJI. Istilah ini berasal dari bahasa Arab (حاج) yang merupakan bentuk isim fail (partisip aktif) dari kata kerja 'hajj' (Arab: حج, 'pergi haji') atau dari kata benda 'hajj' (Arab: حج, 'ibadah haji') yang diberi sufiks nisbah menjadi 'hajjiy' (Arab: حجي). Arti lainnya adalah berasal dari kebudayaan Nusantara pra-Islam era Hindu-Buddha, yaitu HAJI atau AJI yang berarti "RAJA". Di beberapa negara, gelar haji dapat diwariskan turun-temurun sehingga menjadi nama keluarga seperti Hadžiosmanović dalam bahasa Bosnia yang berarti 'Bani Haji Usman' alias 'anak Haji Usman'. Di negara-negara Arab, gelar haji awam digunakan sebagai penghormatan kepada orang yang lebih tua terlepas dari pernah haji atau belum. Gelar haji juga digunakan di negara-negara KRISTEN BALKAN yang pernah dijajah Imperium Usmani (Bulgaria, Serbia, Yunani, Montenegro, Makedonia dan Romania) bagi orang KRISTEN yang sudah pernah berziarah ke Yerusalem dan Tanah Suci

Lebih Lanjut Baca - Asal Gelar Haji Di Indonesia
Lebih Lanjut Baca - Tekanan Belanda Atas Naik Haji
Lebih Lanjut Baca - Sejarah Perhajian Di Nusantara
Lebih Lanjut Baca - Kafilah Haji Dunia Abad Ke-13

Wallahu a’lam bish-shawab
“Dan Allah Mahatahu yang benar/sebenarnya”
(dihimpun dari berbagai sumber – rully hasibuan)



Tidak ada komentar: