NI POLLOK Seniwati Bali, Yang Memiliki Andil Cukup Besar Bagi Pertumbuhan Dunia Pariwisata Bali. Kisahnya bermula dari momen tahun 30-an, saat ia menari legong. Satu di antara penontonnya adalah pelukis asal Belgia, LE MAYEUR. Kisah selanjutnya bak roman pujangga, Le Mayeur berkenalan dengan Ni Pollok, kemudian meminta kesediaannya menjadi model untuk dilukis. Gayung bersambut. Maka lahirlah lukisan-lukisan eksotis Le Mayeur. Sosok Ni Pollok tertuang ke dalam kanvas. Begitu natural hingga ke keadaan wanita Bali tahun 30-an yang tidak memakai penutup dada. Le Mayeur kemudian memamerkan karya-karyanya di Singapura tahun 1934.
Di sana, ia menuai sukses besar. Bukan saja semua karyanya terjual, tetapi melalui lukisan Ni Pollok, banyak warga dunia INGIN BERKUNJUNG ke Bali. Sekembali dari Singapura tahun 1935, Le Mayeur melamar dan menikahi Ni Pollok. Dengan uang hasil penjualan lukisan-lukisannya, mereka membangun rumah yang sangat indah di kawasan Sanur.
KISAH KEHIDUPANNYA
Ni Pollok lahir 3 Maret 1917 di rumah bambu beratapkan alang-alang dan berlantaikan tanah di Kelandis. Bocah ini lahir sebagai sudra. Ni Pollok jadi penari Legong-Keraton di usia remaja. Peran sebagai penari membuat harga diri tidak menjadi rendah. Wajah cantik dan tarian jadi mekanisme pengenalan dan penghormatan orang terhadap Ni Pollok.
Seorang pelukis dari BELGIA bernama ADRIEN JEAN LE MAYEUR DE MERPRES datang ke Bali, kemudian meminta Ni Pollok untuk jadi model lukisan.Le Mayeur mengajari Ni Pollok membaca dan menulis. Ni Pollok juga dilatih bicara dengan bahasa-bahasa asing. Humanisme telah menjalar melalui sosok pelukis Belgia: membuka peta hidup pada seorang perempuan Bali dengan perangkat bahasa dan laku hidup beraroma kosmopolitanisme. Ni Pollok beranjak dewasa. Le Mayeur mengajari Ni Pollok untuk tahu dan bisa mengenakan BH sebagai perangkat pakaian orang modern saat itu. Tuan Le Mayeur membelikan BH dengan merek-merek : mereprentasikan tingkat ekonomi dan kesanggupan mengonstruksi gaya hidup bereferensi Eropa 1935:
Tuan Le Mayeur dan Ni Pollok menikah dengan selisih umur tiga puluh tujuh tahun. Ni Pollok berganti sebutan sebagai Madame Le Mayeur. Namun akibat suaminya “HIDUP UNTUK SENI.” mematikan keinginan Ni Pollok untuk memiliki keturunan. Ni Pollok merasa mendapati dilema: mencintai suami atau memaklumkan diri untuk menimang anak. Seni dan cinta jadi kontradiksi. Untuk menghibur hatinya, suaminya selalu berkata bahwa : “Hidup manusia jadi berharga bukan hanya karena ia mempunyai anak, Pollok, MANUSIA BERHARGA KARENA IA BERGUNA UNTUK SESAMANYA … ”
(Klik Gambar Memperbesar)
Baca lebih lengkap Riwayat Hidup : Adrien-Jean Le Mayeur de Merpres
Baca juga ; Bung Karno dan Ni Pollok
Baca juga ; Riwayat & Kondisi Museum Le Mayeur saat ini
(dihimpun dari berbagai sumber – rully hasibuan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar